Ilustrasi pasar mabok (Sumber: ahok.org) |
Saya jarang sekali yang namanya jalan-jalan ke mall, apalagi ke pasar. Bagi kebanyakan pria, ke mall itu adalah hal yang jarang sekali dilakukan kecuali ada tujuan tertentunya. Misalnya nonton, beli barang, dating, atau mungkin kerja di sana. Bila tujuan udah tercapai, ya langsung pulang.
Nggak ada yang namanya keliling lihat-lihat bandingkan harga dari toko satu ke toko lainnya hingga berjam-jam. Akibatnya kepala terasa sakit karena kecapekan, lelah, bawaannya mau marah. Itulah yang saya sebut sebagai gejala "mabok".
Setiap kali saya traveling di luar maupun di dalam negeri, setidaknya saya harus ke pasar di daerah tersebut demi membeli oleh-oleh untuk keluarga. Dari pengalaman itu saya bisa menggolongkan pasar-pasar mana yang berpotensi bikin mabok berdasarkan tingkat keparahannya.
1. Jalan Malioboro, Yogyakarta
Dari tingkat bawah yang masih bisa ditolerir adalah pasar trotoar yang ada di Malioboro, Yogyakarta. Meski bentuknya cuma toko kecil pedagang-pedagang kaki lima, tapi tetap saja saya sebut ini sebagai pasar. Coba saja jalan di sini dari sore hingga malam hari saat waktu liburan! Rasakan sensasi semrawutnya ala khas "pasar kaget"! Dari turis mancanegara, turis keluarga asal ibukota, hingga pariwisata anak sekolahan semuanya tumpah ruah di sini.
Selama saya menginap di jalan Sosrowijayan, mau tidak mau saya harus melewatinya setiap hari. Di saat saya mau cari makan malam saya pun harus menyeberangi lautan manusia. Perut yang sudah berirama memaksa kedua kaki saya untuk berjalan lebih cepat. Namun apa daya, ratusan pembeli yang sibuk nawar harga barang ke si penjual menghalangi saya.
Sulit juga untuk menyalib karena di sebelahnya juga ada arus yang berlawanan. Dan kiri-kanan arusnya selalu saja tiba-tiba mampet tanpa kasih aba-aba terlebih dahulu.
Malioboro tak terlalu ramai (Sumber: sehyunie.wordpress.com) |
Sebenarnya bisa saja berjalan di tepi jalan aspalnya untuk menghindari keramaian. Namun tetap saja ada jebakan-jebakan yang harus saya hindari. Jebakan-jebakan itu tak lain lagi adalah kotoran-kotoran kuda yang tercecer di sepanjang jalan Malioboro.
Belum lagi ada beberapa andong berkuda yang berlalu lalang. Memang serba salah jadinya, mau lega tetapi harus tetap was-was saat berjalan supaya nggak "kecium" sama kuda.
Keadaan tiba-tiba saja berubah ketika saya kembali sehabis jalan dari Alun-alun. Lahan yang tadinya sempit sekarang malah jadi lega. Pada saat itu sudah pukul 23.00 WIB, semua dagangan sudah tidak ada. Sebagai gantinya terdapat beberapa warung makan lesehan.
Setelah seharian traveling memang enaknya nongkrong santai minum kopi atau teh manis hangat di malam hari sambil melihat orang-orang berlalu lalang.
Lesehan tengah malam (Sumber: grandqueen.blogspot.com) |
Malioboro at midnight |
2. ITC Mangga Dua, Jakarta
Mall yang sudah tak asing lagi bagi para penggila shopping ini terletak di Jakarta Utara. Saya jamin, kalian yang tinggal di sekitaran Jakarta pasti pernah ke tempat ini gara-gara diajak mama. Tidak seperti Malioboro yang memanjang di pinggir jalan, namun ITC bentuknya lebih seperti mall. Jangan pernah membayangkan seperti layaknya mall-mall yang cukup lengang.
Meski di indoor dan ber-AC, tapi tetap saja suasananya kayak pasar mabok. Mayoritas kios-kios di sini berjualan berbagai jenis pakaian. Justru hal itulah yang membuat dirinya semakin dikenal sebagai pasar yang bikin "mabok" (minimal bagi saya).
Hampir tak ada ruang untuk bergerak (Sumber: sayasukatravel.blogspot.com) |
Surga belanja ini memang cukup lengkap dan murah, tapi ramainya itu yang nggak ada ampun sama sekali. Sialnya, saya ke sini pas lagi weekend bareng keluarga. Beberapa orang dari berbagai kalangan pun juga tidak mau ketinggalan untuk memborong belanjaan.
Mulai dari ibu-ibu bergaya necis, enci-enci kota berambut sasak, turis luar kota dan luar negeri, hingga artis TV. Dan siapapun berpotensi bikin macet saat berjalan.
Bagaimana tidak kesal? Ketika harus berjalan cepat untuk menyusul keluarga saya, tiba-tiba orang di depan saya "nyangkut" di depan toko butik cuma sekedar lihat-lihat saja. Lahannya sempit pula sehingga mustahil untuk menyalib ke depan.
Sepi aja sudah sempit (Sumber: rumahdijual.com) |
Untuk memperparah suasana, setiap kali selalu saja terdengar sahutan dari mbak-mbak penjaga toko, "Boleh, enci bajunya... Boleh, ngko jeans-nya..." Suara ini seakan terdengar menggema ribuan kali dari setiap penjuru. Saya pun jadi iseng sendiri membuat tantangan pada adik saya untuk menghitung total jumlah kata "boleh" yang terdengar.
Entah mengapa setiap saya jalan ke sini rasa lelahnya terasa sangat dibandingkan saya traveling seharian di tempat lain. Bisa saja karena jumlah manusianya yang banyak sehingga pasokan oksigen jadi menipis. Makanya tubuh jadi cepat lunglai dan yang pasti jadi mabok.
3. Hanoi Night Market, Vietnam
Belum begitu ramai |
Untungnya, pasar malam yang berlokasi tepat di sebelah utara Hoan Kiem Lake ini cuma buka pas weekend saja (Jumat, Sabtu, Minggu).
Jalanan dipakai khusus untuk pedestrian setiap malam-malam tersebut. Di sepanjang gang yang penuh kios ini menawarkan segala jenis souvenir yang unik-unik.
Malam itu saya bersama 3 teman jalan saya ke sini, pastinya untuk berburu oleh-oleh. Kami bertiga yang sudah cukup lemas karena baru pulang dari Ha Long Bay masih saja harus jalan lagi demi menghabiskan waktu malam di Hanoi.
Derita yang sama ternyata nggak hanya saya alami di Indonesia saja. Arus manusianya bahkan lebih ganas. Lengah sedikit saja bisa tertinggal sama teman saya yang sudah jalan duluan di depan.
Suasana saat tak ramai (Sumber: flickr.com by Scott Hadfield) |
Penderitaan kami bertiga tidak sampai di situ saja. Ternyata pasar malam Hanoi ini memanjang sampai 7 gang ke utara. Jadi di setiap blok selalu ada kios-kios dagangan. Macet tak dapat terhindarkan lagi sampai kami tiba di gang terakhir-di mana terdapat lebih banyak lagi kios yang berjualan pakaian. Hingga kami stuck (diam) di tempat kira-kira selama 2 menit lebih karena jalan yang sempit-ditambah lagi dengan kerumunan orang.
Yang bikin stres-nya, saya tersadar bahwa saya bukan sedang mengantri ingin nonton konser band terkenal. Kalau di Indo, bisa saja saya akalin dengan berteriak, "Awas air panas, air panas, air panas!" Atau bisa juga dengan, "Duren, duren, duren tajam!" Tapi di sini mana ada yang peduli. Benar-benar bikin mabok dan puyeng kepala.
Namun dari sisi positifnya, Hanoi Night Market ini menawarkan beberapa souvenir unik yang sulit ditemukan di negara sendiri. Saya pun terpesona akan ratusan pop-up card yang dijejer di atas meja kios. Kertas karton yang dipotong secara kreatif dibuat menjadi sebuah bentuk 3D, kemudian dapat dilipat di dalam sebuah kartu ucapan.
Saya jadi heran bagaimana cara memotong kartonnya secara presisi agar dapat masuk ke dalam lipatan kartu tanpa ada bagian yang rusak atau terlipat. Sungguh karya handmade yang indah. Mungkin bisa ditemukan di negara lainnya yang berdekatan dengan Vietnam, namun sepertinya saya belum lihat yang seperti ini di Jakarta.
3D Pop-up Card (Sumber: sumoeatsumotravel.blogspot.com) |
Souvenir unik nan kreatif |
Seperti itulah daftar pasar-pasar yang berpotensi bikin mabok berdasar pengalaman saya. Saya yakin pasti kalian juga punya pengalaman "mabok" serupa di pasar lainnya. Di Jakarta sendiri juga punya banyak, ada Pasar Rebo, Pasar Senen, Tanah Abang, dll. Namun, ketiga pasar di ataslah yang sudah saya alami sendiri. Ada yang mau nambahin pengalaman mabok di pasar?
"Leave nothing but footprints. Take nothing but pictures. Kill nothing but time"
kalau ke mangga dua bawaannya kesasar melulu, kadang cari jalan keluar aja bingung. hahaha
ReplyDeleteJaminan jadi anak "hilang" kalau main petak umpet di sana. Mirip labirynth..
Deletetipikal pasar yang memusingkan ... tapi herannya tetep aja rame ya?!! hohohoho ...
ReplyDeletesaya mah ampun deh kalau harus beli barang di pasar-pasar itu, *kecuali vietnam yang memang blm pernah didatangi*
ReplyDeletemending nyari pasar lokal aja deh deket kawasan rumah,
hehehehe..