Saya cuma bisa duduk diam, lihat kiri-kanan, dan mainan HP ketika saya berada di Stasiun Tugu pada jam 5 pagi. Rencana dan jadwal untuk eksplorasi Jogja 2 hari ke depan sudah saya susun sematang mungkin. Namun saya harus tetap menunggu kira-kira selama 2 jam sampai bus TransJogja beroperasi. Traveling singkat saya kali ini bertujuan untuk mengeksplorasi ke daerah selatan Yogyakarta, tepatnya pantai di kawasan Gunung Kidul.
Saya tertarik untuk berkunjung ke beberapa pantainya karena memang pantai-pantai di kawasan ini terkenal masih "perawan". Hasil searching om Google dan baca-baca beberapa blog, akhirnya saya mendapat data-data tentang bagaimana caranya mencapai lokasi tersebut. Namun ternyata saya membuat kesalahan yang cukup fatal ketika sudah sampai di tengah jalan. Kesalahan apa itu? Tentunya bakal dibahas di tengah cerita.
Bus menuju Wonosari |
Tiba-tiba saja di dalam bus itu menjadi ramai dan heboh, karena semua penumpang memberikan sarannya pada saya. "Kenapa kamu nggak bawa motor sendiri saja ke sananya?", kata mbak-mbak di sebelah saya. Benar juga kata dia, tapi saya berpikiran bahwa perjalanan semakin seru dan penuh kejutan bila saya naik-turun kendaraan umum. Bikin diri tersesat dan blusukan ke tempat-tempat baru, itu baru yang namanya petualangan.
Singkat cerita, tibalah saya di perempatan dekat dengan terminal Wonosari. "Naik bus yang itu, ya! Nanti ikutin jalan terus aja ke dalam.", kata seorang ibu berkali-kali pada saya. Berasa kayak turis nyasar masuk pedalaman yang nggak tahu apa-apa. Saya cuma bisa bergantung pada para warga lokal sebagai kompas utama.
Bus berjalan ke arah pedesaan yang jalan aspalnya makin lama makin berliku dan naik turun. Sepanjang jalan hanya terlihat perumahan khas desa dan bukit-bukit terjal. Tak terasa bus ini sudah berjalan selama 1 jam. Kiri-kanan hanya terlihat hutan luas dengan pepohonan yang tandus. Entah sudah berapa kali saya tanyain mas supir, "Pantai Wediombo masih jauh, mas?". Sempat khawatir juga karena nggak sampai-sampai.
Anak-anak duduk di dashboard |
Beberapa menit kemudian saya turun di sebuah pertigaan. Di situ saya coba naik ojek agar nasib saya ke depannya lebih jelas. Abang ojek matok harga nggak wajar Rp 200.000 keliling pantai-pantai dan balik lagi ke Yogya. Tawar menawar cukup alot antara saya dan 3 tukang ojek yang berlangsung selama 10 menit.
Mau tidak mau saya ambil harga Rp 150.000 sampai tujuan akhir terminal Wonosari. Tentu saja mahal banget! Saya terpaksa merogoh kocek lebih agar saya bisa kembali ke kota, mengingat pada saat itu sudah siang hari dan pada sore harinya tidak ada bus kembali ke Wonosari. Saya pun juga harus mengejar waktu karena sudah memesan kamar di sebuah losmen di Malioboro. Mau tidak mau saya harus ambil keputusan mahal ini.
Pantai Kukup |
Pantai Kukup lagi |
Lewat kesalahan ini, saya malah jadi mengenal keramahan warga lokal. Kapan lagi saya bisa mengalami kejadian-kejadian unik seperti yang sudah saya ceritakan di atas? Setiap perjalanan pasti mempunyai cerita unik dan seru tersendiri, dan inilah pengalaman blusukan saya. Jadi ingat salah satu tagline yang pernah saya baca "It's not about the destination, but the journey."
"Leave nothing but footprints. Take nothing but pictures. Kill nothing but time"
pokoknya kl di jogja anda harus bawa motor sendiri agar bisa cepat mencapai tempat2 yang anda mau
ReplyDeletesewa motor jg banyak
karena apa? angkutan umum jogja sangat jelek.
Tidak terlalu buruk, gan!
ReplyDeleteNamun kurang efisien saja.
Mungkin kalau saya ngga coba pengalaman seperti di atas, saya jadi ngga akan tahu tentang pedalaman sekitar Jogja. :)