Suasana terasa berbeda ketika saya sampai di daerah Peranakan, tepatnya di kawasan Katong. Daerah ini tidak seperti di daerah pusat yang modern dan komersil. Justru di sinilah saya bisa melihat secara langsung budaya asli Singapura.
Peranakan atau biasa dikenal dengan nama Baba-Nyonya, adalah percampuran etnis pendatang dari daratan China dan Melayu. Salah satu peninggalan berupa arsitektur dapat dijumpai di sepanjang Joo Chiat Road, Ceylon Road, dan Onan Road. Perumahan bertingkat dua saling berdempetan dengan cat indah warna-warni soft pastel.
Arsitektur khas jadul ini juga dihiasi dengan corak arabesque (ornamen bunga) di setiap tembok hingga jendelanya. Pemandangannya begitu asri karena di sekelilingnya terdapat rimbunan pohon-pohon hijau yang menaungi setiap orang yang berjalan.
Perut mulai keroncongan? Bingung cari makan? Jalan kaki di siang hari bikin saya makin lapar dan tenggorokan makin kering. Jangan khawatir, bila jalan terus ke arah utara sampe Geylang Street, kita bisa menemukan Geylang Serai Market. Bangunan yang cukup luas ini memiliki pasar yang menjual segala jenis bahan makanan dan pakaian.
Di lantai dua terdapat food court yang menjual berbagai macam menu makan. Mulai dari: Chinese Food, India, Melayu, Indonesia, hingga berbagai camilan. Di sini tersedia puluhan kantin dan ramai pula, sampe bingung sendiri mau makan apa. Akhirnya saya datangi kantin yang cukup ramai (ramai berarti enak).
Penjualnya sepasang suami istri Melayu yang pada saat itu mereka mendengarkan lagu lawas Nike Ardila sambil memasak. Saya pilih menu Nasi Ayam Saus Lemon dan duduk di salah satu meja yang kosong.
Namun nggak afdol bila tidak mencicipi kuliner khas saat berkunjung ke suatu daerah. Salah satu kuliner khas Peranakan adalah Laksa. Mie putih pedas berkuah santan ala gulai yang disajikan dengan topping telur, udang, kerang, dan fish sticks.
Cita rasa laksa khas Peranakan dapat dijumpai di jalan 51 East Coast Road, namanya 328 Katong Laksa. Sluuurp.... kuah pedas terasa asam bikin mata melek! Semangkuk laksa ukuran kecil dibandrol dengan harga S$4.50.
Namun kenikmatannya tidak terasa bila tidak memesan ukuran medium S$5.50 dan large S$6.50. Resto ini memang sangat terkenal, bahkan Gordon Ramsay pernah berkunjung ke sini demi belajar cara memasak laksa ala Peranakan.
Medium Laksa |
Makan Angin kali ini mengenalkan saya pada sisi lain Singapura yang jarang terekspos. Keistimewaan suatu budaya tidak hanya ditemukan di daerah turis yang komersil. Dari sinilah saya bisa menemukan suasana autentik dan karakter asli negeri singa tidak jauh dari pusat kotanya.
"Leave nothing but footprints. Take nothing but pictures. Kill nothing but time"
No comments:
Post a Comment